credit to : www.newyorknewyork.com |
Suatu kali di akhir pekan, saya dan seorang teman sengaja mengunjungi
wahana bermain. Sengaja kami pilih tujuan wahan bermain ini karena kami sudah
sama-sama jenuh dengan suasana pusat perbelanjaan, nonton bioskop maupun ngafe.
Kami pun mulai mencoba wahana bermain yang sedikit enteng
menurut kami, yaitu bom-bom car, kicir-kicir, lalu biangala. Dari atas
bianglala yang kami naiki, kami bisa melihat serunya wahana lainnya seperti
roll coaster, hysteria, dan tornado. Icchhh….rasanya koq ngeri melihat
orang-orang dijungkir balikan begitu. Teriakan, jeritan pun kami dengar.
Eng ing eng, saatnya kami mencoba wahana halilintar yang
mirip dengan rollcoaster dengan ketinggian yang lebih rendah ketimbang wahana
yang sama di Universal Studio Singapore
atau Disneyland. Awalnya saya ngeri,
saya takut dan terus terang nyali saya ciut apalagi mendengar teriakan
orang-orang yang sedang menikmati wahana tersebut.
“Ayo…masak kalah salah anak kecil itu”, kata teman saya
sambil mencibir dan menunjuk seorang anak berusia kira-kira 9 tahun yang antri
di depan kami. “Berani…berani…berani….!” Kata saya dalam hati menyemangati diri
sendiri. Dan….”wuuuzzzhhhh……….!!!! Yehai….saya berani meluncur dan menikmati
sensasi roll coaster itu.
“Berani…ayo…berani…ayo…berani…!” Ratap saya dalam hati
tatkala mencoba sebuah wahana baru. Karena wahana baru ini dalam ruangan, dari
luar kami tidak tahu seperti apa wujudnya. Melihat antirannya yang cukup
panjang, saya yakin wahana ini cukup menarik.
Dari depan wahana sudah terbaca beberapa petunjuk seperti, “Wanita
Hamil, Orang berpenyakit jantung DILARANG bermain di wahana ini”. Nah lho, saya
bukan kategori itu. Namun papan peringatan selanjutnya membuat nyali saya
menciut, “WAHANA INI AKAN MELUNCUR DARI KETINGGIAN 4M. JANGAN MELEPASKAN
PEGANGAN.” Alamak! Kenapa papan pengumuman itu terbaca setelah saya berada tengah
antrian yang cukup panjang. Huuuuuu…..sudah kepalang tanggung! Jerit saya dalam
hati.
Teman saya ternyata tahu ketakutan saya. Sambil menepuk bahu
saya diapun berkata, “Gak apa-apa. Paling cuman sebentar. Masak mau keluar dari
barisan. Gak malu sama anak-anak itu.” Uucchhh lagi-lagi saya dibandingin sama segerombolan
murid-murid SD yang ketawa-ketawa gembira sepertinya mereka tak menghiraukan
tiap peringatan sebelum masuk ke wahana tersebut.
“Sudah ya…jangan berpikir buat keluar wahana,” celutuk teman
saya begitu kami sampai di dalam wahana. Dan wahana ini berada di ruang yang
gelap dan suhu ruangan sangat dingin. Jiaaahhh saya makin ketakutan dengan
jeritan orang-orang yang sedang menikmati wahana tersebut. Ini wahana apa’an
sih jerit saya dalam hati.
Dan sampailah saya didepan wahana tersebut. Ternyata saya
diajak naik sebuah perahu diatas rel seperti kereta berpenumpang 9 orang dalam
gua yang dialirin air diberi efek kabut dan fek visual seolah-olah kita
menyusuri lorong gua yang panjang dan dingin. Perahu masih berjalan pelan dan
di tengah-tengah perjalanan perahu tiba-tiba meluncur berkelok tajam trusss……….naik….naik…naik…menanjak…dan
BUUUMMMMM!!!!! Perahu yang kami tumpangi meluncur dari atas ke bawa dan kami
semua yang berada di perahu seperti terbang dan terhempar dalam keadaan basah.
Hidup ini seperti naik wahana-wahana tadi. Sering kali nyali
kita ciut duluan melihat apa yang terjadi dengan orang-orang disekitar kita.
Kita tidak berani melangkah dan mengambil keputusan. Kita lebih menghiraukan
suara-suara disekitar kita. Yang perlu kita miliki keberani dan ketetapan hati
untuk melangkah. Pastinya semua langkah dan keputusan kita sudah kita
pertimbangkan baik buruknya. Dengan demikian kita sudah siap dengan segala
konsekwensinya.
Bukankah kita memiliki sumber kehidupan yaitu sang pemberi
hidup yang kuasanya jauh melebihi kita. Kita hanya bisa memasrahkan apa yang
menjadi langkah dan keputusan kita. Let we do the best and let God do the rest.
Bukannya sensasi naik roll coaster atau halilintar hanya beberapa
detik. Jika kita terhempas, ada pengaman dan tumpuan yang menyokong kita.
Selamat melangkah. Selamat membuat keputusan. Jangan takut dengan
jeritan-jeritan di luar sana. Siapa tahu itu jeritan sukacita bukan jeritan
ketakutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar