Selasa, 22 November 2016

Belum Tentu Rumput Tetangga Lebih Hijau

photo credit: www.positivityblog.com

Memandang sesuatu yang dimiliki orang lain selalu lebih bagus ketimbang milik sendiri. Jadi gak salah dunk, kalau pepatah mengatakan, “rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri.” Padahal kita gak tau rumput tetangga itu benar-benar asli atau imitasi alias palsu. Bisa jadi rumput tetangga tampak lebih hijau karena si tetangga lebih rajin merawat rumputnya ketimbang kita. Yup, sering sekali kita mengeluh atau komplain akan kehidupan kita karena kita lebih sering menilai kehidupan orang lain lebih daripada hidup kita. Lebih kaya, lebih pintar, lebih mudah, lebih bahagia, lebih diberkati. Pokoknya semua lebih ketimbang hidup kita sendiri.

Sayapun begitu, memandang kehidupan teman-teman saya lebih menyenangkan daripada hidup saya. Enak ya si A sudah punya rumah. Si B yang sudah merit dengan pria yang ganteng dan juga kaya. Si C yang sudah mempunyai anak-anak yang lucu dan pintar. Si D yang hidup bahagia karena anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Lha saya….mulai deh…mengasihani diri sendiri. Lha saya, apa enaknya? Belum merit, usia sudah tua, dan bla…bla… yang lainnya.

Psssttt…eh, ternyata hidup saya yang saya keluhkan atau yang sering saya komplain itu, di-iri-in sama teman-teman saya. Bahkan saudara-saudara saya sendiri. “Enak ya kamu, bisa jalan kemana aja tanpa harus ijin suami, ijin anak,” begitu seloroh teman saya. “Enak ya kamu kalau jalan-jalan gak mikirin beli oleh-oleh buat keluarga, buat suami, buat anak, buat mertua de-el-el.” Cetus teman yang lain. “Senengnya ya kamu, bisa beli baju, sepatu, tas, make-up semau kamu. Coba kalau aku. Kalau bulan ini sudah beli baju, maka belun berikutnya harus beli’in baju suami atau sepatu anak. Belum lagi ngurus ini itu.” Kata saudara panjang lebar. “Enaknya ya kamu kalau pulang malam gal ada yang negur. Coba aku, bisa-bisa tiap 5 menit ditelponin suami. Sudah sampai mana, sudah dimana? Duh pusing….!” Suara teman saya bercerita. Mendengr itu saya hanya senyum-senyum sambil mengeryitkan dahit. “Kamu gak tau galau dan bapernya hidup single.” Nah….nahh…mulai deh banding-bandingin lagi. Kalau sudah begitu, gak akan ada habisnya.

Kalau kita hanya bisa mengeluh, komplain terus kapan kita bisa bersyukuri apa yang sudah kita terima dalam hidup kita. Mengeluh dan komplain hanya akan membuat hati dan pikiran kita dipenuhi hal-hal negatif dan tentunya itu menjadi kebiasaan yang buruk buat kita dan orang-orang sekitar kita. Bosen kan dengerin orang mengeluh dan komplain? Bete kan, dengerin omongan negatif dari orang didekat kita.

There’s no perfect life. Everyone has burden, own problem and they struggle with themselves. Seorang ibu tidak akan memberikan dua piring makan siang jika si anak hanya mampu makan satu piring. Demikian juga kita, kita akan menerima setiap “porsi” kehidupan kita sesuai dengan kemampuan kita.

Saat ini rasanya saya diajarin untuk tidak komplain dengan apa yang ada dalam “piring” hidup saya. Yup, berhenti komplain akan membuat kita lebih mensyukuri hidup dan membuat dahi kita berkurang kerutnya. Bukankah everything happens for a purpose. Bisa jadi saya hanya mampun makan 3 suap nasi dengan sepotong tempe goreng. Kenapa saya harus maksa makan steak? Then, why don’t we enjoy everything which comes to our life with the grateful heart.


On celebrating the day of my life.

Tidak ada komentar: